PUISI CHAIRIL ANWAR
– Chairil Anwar merupakan penyair terkenal di Indonesia. Dia lahir di
Medan, 26 Juli 1922 dan meninggal di Jakarta, 28 april 1949. Dia sudah
berhasil menciptakan karya-karya terbaiknya dengan menulis 70 buah puisi
dan 96 syair.
Chairil Anwar juga dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” yakni yang terinspirasi dari salah satu karyanya yang berjudul “Aku”. Sedangkan untuk karya terkenal lainnya berjudul “Di Mesjid”, “Deru Campur Debu”, “Karawang Bekasi”, “Kerikil Tajam” dan masih banyak yang lainnya.
Untuk lebih lengkapnya, mari simak karya-karya puisi Chairul Anwar yang begitu mengagumkan dibawah ini. Selamat menyimak.
Chairil Anwar juga dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” yakni yang terinspirasi dari salah satu karyanya yang berjudul “Aku”. Sedangkan untuk karya terkenal lainnya berjudul “Di Mesjid”, “Deru Campur Debu”, “Karawang Bekasi”, “Kerikil Tajam” dan masih banyak yang lainnya.
Untuk lebih lengkapnya, mari simak karya-karya puisi Chairul Anwar yang begitu mengagumkan dibawah ini. Selamat menyimak.
1. Aku
“AKU”
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan akan akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
“Aku”
merupakan sebuah puisi karya Chairil Anwar, karya ini mungkin merupakan
karyanya yang paling terkenal dan juga salah satu puisi yang paling
terkemuka dari Angkatan ’45. :Aku” mempunyai tema pemberontakan dari
segala bentuk penindasan.
Penulisnya
ingin “hidup seribu tahun lagi”, tetapi dia menyadari keterbatasan
usianya, dan jika ajalnya tiba, dia tidak ingin seorangpun untuk
meratapinya.
2. Cintaku Jauh Di Pulau
“CINTAKU JAUH DI PULAU”
Cintaku jauh di pulau
Gadis manis, sekarang iseng sendiri
Gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
Di air yang tenang, di angin mendayu
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri..
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri..
Jika
dilihat dari puisi bait pertama bisa kita simpulkan temanya
tentang penyesalan seseorang atas segala tindakan karena
sudah menyia-nyiakan wanita yang sangat dicintai, dan saat dia sadar
akan cinta dan kasih sayangnya yang sejati, maut terlebih dahulu
menjemputnya.
3. Di Mesjid
“DI MESJID”
Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga
Sehingga datang juga
Kamipun bermuka-muka
Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada
Segala daya memadamkannya
Segala daya memadamkannya
Bersimpuh peluh diri yang tak bisa diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang
Gelanggang kami berperang
Binasa-membinasa
Satu menista lain gila.
Berbicara mengenai seseorang yang sedang berada di mesjid, menikmati susasana yang begitu syahdu.Satu menista lain gila.
4. Karawang Bekasi
“KARAWANG BEKASI”
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati ?
Terbayang kami maju dan berdegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Menceritakan
tentang perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Puisi ini tentu
sangat menginspirasi bagi kita semua para penerus bangsa agar selalu
semangat membela negara tercinta.
5. Yang Terampas Dan Yang Terputus
“YANG TERAMPAS DAN YANG TERPUTUS”
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar