Minggu, 23 Oktober 2016

Biografi 11 Penulis Puisi Terkenal di Indonesia

Chairil Anwar

chairil anwar
Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 adalah penyair terkemuka Indonesia. Sering dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” karena salah satu puisinya yang berjudul “Aku” atau “Semangat”.
Oleh H.B. Jassin, Chairil Anwar dikatakan sebagai pelopor dari Angkatan 45 dan puisi modern Indonesia. Namanya mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahu 1942, saat itu usianya baru 20 tahun. Selama hidupnya, dia telah menulis sekitar 94 karya, ini termasuk 70 puisi. Semua tulisannya tersebut diterbitkan dalam bentuk kompilasi oleh Pustaka Rakyat dengan judul Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950; bersama Asrul Sani dan Rivai Apin). Karya Chairil Anwar sempat ditolak oleh majalah Pandji Pustaka karena dianggap terlalu individualitas dan moderat dari aturan-aturan puisi saat itu. Karya-karyanya tersebar dalam tulisan-tulisan di atas kertas murahan saat pendudukan Jepang. Namun nyatanya, siapa yang tidak mengenal Chairil Anwar sekarang? Bahkan di luar negri, puisinya berjudul aku ditulis pada sebuah tembok dan menjadi monument.

Asrul Sani

asrul sani
Asrul Sani, lahir di Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1926, adalah seorang sastrawan dan sutradara film yang ternama di Indonesia. Dia dikenal sebagai salah satu pelopor Angkatan 45, bersama-sama dengan Chairil Anwar. Antologi Tiga Menguak Takdir yang ditulisnya bersama-sama dengan Chairil Anwar dan Rivai Apin membuat karir kepenyairannya menanjak. Selain itu, mereka juga memproklamirkan manifestasi sikap kebudayaan mereka dengan Surat Kepercayaan Gelanggang, diaman hal ini membuat mereka memiliki nama dikalangan sastrawan.

Sitor Situmorang

sitor situmorang
Sitor Situmorang dilahirkan dengan nama Raja Usu dengan marga Situmoran dari Suku Batak Toba. Dia lahir di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 2 Oktober 1923. Sitor Situmorang dikenal sebagai wartawan, sastrawan, dan penyair Indonesia.
Karir kepenyairannya dikatakan oleh A. Teeuw bersinar setelah meninggalnya Chairil Anwar. Dia memulai kariernya sebagai wartawan harian Suara Nasional dan harian Waspada. Dia juga pernah menjadi pegawai Jawatan Kebudayaan Departemen P & K, dosen Akademi Teater Nasional Indonesia, anggota Dewan Nasional, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara mewakili kalangan seniman, anggota Badan Pertimbangan Ilmu Pengetahuan, dan Ketua Lembaga Kebudayaan nasional. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Sitor pernah dipenjara sebagai tahanan politik di Jakarta mulai tahun 1967-1974.
Karya-karyanya antara lain Surat Kertas Hijau (kumpulan puisi (1954), Jalan Mutiara (drama (1954), Dalam Sajak (kumpulan puisi (1955), Wajah Tak Bernama (kumpulan puisi (1956), Rapar Anak Jalang (1955), Zaman Baru (kumpulan puisi (1962), Pangeran (kumpulan cerpen (1963), Sastra Revolusioner (kumpulan esai (1965), Dinding Waktu (kumpulan puisi (1976), Sitor Situmorang Sastrawan 45, Penyair Danau Toba (otobiografi (1981), Danau Toba (kumpulan cerpen (1981), Angin Danau (kumpulan puisi (1982), Bunga di Atas Batu (kumpulan puisi (1989), Toba na Sae (1993), Guru Somalaing dan Modigliani Utusan Raja Rom (sejarah lokal (1993), Rindu Kelana (kumpulan puisi (1994), dan Peta Perjalanan (kumpulan puisi) yang mendapatkan Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta 1976.

Sutardji Calzoum Bachri

sutardji calzoum bachri
Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni 1941, adalah seorang penyair terkemuka Indonesia. Pada awal karir kepenulisannya karya-karya Sutardji dimuat dalam surat kabar di Bandung, kemudian sajak-sajaknya dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
Melalui sajak-sajaknya Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu perpuisian di Indonesia setelah periode Angkatan 45. Terutama karena kredo kepenyairan yang diungkapkannya bahwa hendak membebaskan kata-kata dari kungkungan makna, dan kata hendak dikembalikannya pada fungsi kata yang sebenarnya (yaitu sebagai penanda) seperti dalam mantra. Selain itu, dia juga memperkenalkan cara membaca puisi yang baru dan unik di dunia kesusastraan Indonesia.
Kumpulan sajaknya yang berjudul O Amuk Kapak adalah penerbitan lengkap dari sajak-sajak Sutardji dari periode penulisan 1966 sampai 1979, antologi ini merupakan gabungan dari tiga antologi sebelumnya yang berjudul sama yaitu O, Amuk, dan Kapak. Kupulan sajak O Amuk Kapak ini mencerminkan secara jelas pembaharuan yang dilakukan Sutardji pada perpuisian di Indonesia. Walaupun sayangnya, dia sudah berubah aliran di masa tuanya sekarang ini dalam hal menulis puisi.

Abdul Hadi Wiji Muthari

abdul hadi wm
Prof. Dr. Abdul Hadi Wiji Muthari atau yang lebih dikenal dengan nama Abdul Hadi WM, lahir di Sumenep, 24 Juni 1946 adalah seorang sastrawan budayawan, dan ahli filsafat Indonesia. Dia dikenal karena karya-karyanya yang bercorak sufistik dan penelitan-penetiannya dalam bidan kesusastraan Malyu di Nusantara, serta pandangan-pandangannya tentang Islma dan Pluralisme.
Para pengamat kesenian menyebutnya sebagai pencipta puisi Sufis di era 70-an. Karena karya-karyanya banyak berisi tentang kesepian, kematian, dan waktu. Karena itu, dia sering dibandingkan dengan sahabatnya, yaitu Taufik Ismail, yang juga kerap menulis puisi religi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar